Monday 21 December 2009

Kualitas Pendidikan Tinggi Indonesia Tertinggal Jauh


Perguruan-perguruan tinggi di Indonesia perlu melakukan kerjasama internasional dengan universitas di luar negeri Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas, hal itu juga demi daya saing.


Sampai saat ini, belum ada lembaga pendidikan di Indonesia yang masuk dalam kategori 200 universitas terbaik dunia versi lembaga pemeringkat ternama The Times Higher Education-QS World University (The-QS World University).

Sementara itu, Global Competitiveness Report 2009/2010, yang antara lain menilai tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas pendidikan tingginya, pun cuma menempatkan Indonesia di peringkat ke-54 dari 133 negara, yaitu di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Cina (29),Thailand (36), serta India (49). Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, jumlah sarjana yang belum bekerja per Februari 2009 hampir mencapai 13% dari total jumlah penganggur, atau sekitar 1,2 juta orang.

Menurut Country Director British Council Indonesia Keith Davies dalam seminar membahas peluang dan tantangan kerjasama internasional di Jakarta, Sabtu lalu (14/11), kerjasama antara universitas di Indonesia dengan perguruan tinggi luar negeri yang lebih berpengalaman bisa dilakukan melalui Double Degree, Franchise atau Staff Exchange.

Sayangnya, di kata dia, bidang ini pun Indonesia masih tertinggal dibanding negara tetangganya. Sebuah penelitian di Inggris menemukan, saat ini terdapat 270,000 mahasiswa asing yang mengambil double degree di sana. Dari jumlah itu, Malaysia, Singapura, Hongkong, dan India menyumbang hampir setengahnya.

Kesiapan universitas

Mahasiswa asing yang universitasnya menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi Inggris bisa meraih diploma ganda sekaligus mendapatkan salah satu pendidikan terbaik di dunia. Menurut The-QS World University, peringkat 5 besar universitas terbaik dunia saat ini didominasi oleh 4 perguruan tinggi Inggris yaitu University of Cambridge, University College London, Imperial College London, dan University of Oxford.

Untuk itulah, lanjut Davies, mulai tahun depan pemerintah Inggris melalui British Council menyediakan bantuan "Prime Minister Initiative 2: Collaborative Programme Delivery" hingga sebesar 1,2 juta poundsterling bagi perguruan tinggi di Indonesia. Dana itu, kata dia, dipergunakan untuk membangun kerjasama internasional hingga dua tahun berikutnya.

Sejak dicanangkan pada 2006 lalu, program Prime Minister Initiative ini berhasil membiayai 235 kerjasama penelitian, pelatihan dosen, pertukaran mahasiswa, dan beasiswa antar universitas di seluruh dunia.

"Melalui kemitraan ini kami berharap dapat mewujudkan internasionalisasi dunia pendidikan yang lebih luas lagi. Program ini sebagai pembuka jalan untuk kemitraan antar lembaga pendidikan kedua negara," ujar Davies.

Dia menambahkan, sudah ada beberapa perguruan tinggi yang sukses membangun kerjasama dengan Inggris. Sebutlah misalnya, kata dia, Universitas Bina Nusantara yang bekerjasama dengan Northumbria University untuk Design Studies dan dengan Bournemouth University untuk Tourism & Hospitality. Contoh lainnya adalah Universitas Indonusa Esa Unggul, yang bermitra dengan Heriot Watt untuk Management Programme.

Mahasiswa jurusan desain Bina Nusantara, ujar Keith, bisa belajar dan mendapatkan gelar dari Northumbria, --kampus yang menelorkan Jonathan Ives, si perancang iPod dan iPhone yang tersohor itu. Sementara itu, mahasiswa di bidang pariwisata pun bisa mendapatkan gelar dari Bournemouth yang belum lama ini menginvestasikan 1.5 juta poundsterling untuk fasilitas teknologi komunikasi dan informasinya.

Menanggapi hal itu, Dekan Program Binus Internasional Minaldi Loeis mengatakan, bahwa segalanya kembali pada pengelola lembaga pendidikan itu sendiri.

“Tantangannya justru ada pada kesiapan universitas dalam menjalankan visi, komitmen, pemasaran, serta manajemen programmya,” tutur Loeis.

Dia menambahkan, biaya sebetulnya bukan menjadi kendala. Walaupun Binus menaikkan biaya pendidikan internasionalnya hingga 10 persen demi menjaga kualitas, lanjut Loeis, jumlah mahasiswa yang mendaftar setiap tahunnya mengalami kenaikan antara 10 sampai 20 persen.

LTF
Sumber :
http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/16/12133939/kualitas.pendidikan.tinggi.indonesia.tertinggal.jauh
16 November 2009
Sumber Gambar:
http://www.dikti.go.id/Archive2007/kpptjp/tetra_h.gif

DNA pendidikan tinggi Indonesia

Istilah DNA (deoxyribonucleic acid) sebenarnya bukan hal yang baru baik di kalangan medis dan akademisi maupun awam. Apalagi pada tayangan sinetron di televisi banyak alur ceritanya yang menyangkut DNA dengan problematika garis keturunan untuk harta warisan.


Di dalamsel, DNAumumnyaterletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sel adalah sebagai materigenetik. Artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme, kecuali beberapa jenis virus, dan virus tidak termasuk organisme.

Rhenald Kasali dalam Re-Code Your Change DNA telah mengupasDNA sebagai unsur pembawa sifatyang berbentuk molekul yang menyimpan informasi tentang seseorang, informasi tersebut tersimpan dalam bentuk sandi berupa kodon/kode genetik. Wikipedia.com pada sesi ensiklopedia bebas menyebutkan bahwa DNA adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap orgnanisme.

Kompas.com pada beritanya pernah menyebutkanbahwaDNAjugabisadisorot dari sisi Psikologi. Apa manfaatnya? Ternyata DNA bisa dioptimalkan untuk membangkitkan potensi diri. Setiap manusia memiliki DNA/gen yang mempunyai potensi serupa. Memberikan pengaruh positif atau negatif, bagaimana pengaktifan oleh masing-masing individu.

Perbedaannya hanya karena masing-masing punyapilihan dan keinginan yang berbeda. Selain itu disebabkan oleh masih adanya gen yang padat dan belum mencair sehingga perlu di “on” kan. Maka berapapun usianya, setiap manusia mempunyai potensi dan kesempatan.

DNA pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi atau kampus sebagai agent of changes diharapkan memiliki DNA positif yang akan melahirkan perubahan perubahan luar biasa bagi Indonesia . Para akademisi seharusnya melakukan Tri DharmaPerguruan Tinggiyangterintegrasi. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunanmanusiaIndonesiaseutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia .

Dengan memperhatikan perkembangan dunia yang begitu pesat maka pembentukan para akademisi yang ber- DNA positif menjadi salah satu tujuan Pendidikan Tinggi. Mungkin langkah awal dapat dilakukan dengan cara lebih mudahnya menerimadan menyesuaikan diri kepada perubahan- perubahan, lebih ahli dalam menyatakan pendapat, memiliki rasa tanggungjawab, lebih berorientasi kepada masa depan, lebih mempunyai kesadaran mengenai waktu, organisasi, teknologi dan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dalam kaitan pembentukan para akademisi yang ber-DNA positif itulah kita melihat betapa pentingnya peranan perguruan tinggi sebagai jenjang tertinggi dalam sistem pendidikan formal.Pendidikan tinggi hendaknya dapat menghasilkan tenaga-tenaga ahli dan dapat pula mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai lembaga yang melaksanakan pendidikan tinggi dengan tiga fungsi utamanyayaitu: Pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian pada masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi) harus dikembangkan secara simultan danterintegrasi.

Pendidikan dan pengajaran
Pengertian pendidikan dan pengajaran disini adalah dalam rangka meneruskan pengetahuan atau dengan kata lain dalam rangka transfer of knowledge ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan melalui penelitian oleh para akademisi di pergurun tinggi.

Dalam pendidikan tinggi dinegara kita dikenal dengan istilah strata, mulai dari strata satu (S-1) yaitu merupakan pendidikan program sarjana, strata dua (S-2) merupakan program magister, dan strata tiga (S-3) yaitu pendidikan doktor dalam sutau disiplin ilmu, serta pendidikan jalur vokasional/non gelar (diploma).

Jika kita perhatikan DNA yang sedang berkembang pada etos pendidikan dan pengajaran perguruan tinggi di Indonesia dewasa ini, dapat kita lihat bahwa pendidikandan pengajaran yang berlangsung dikelas kebanyakan dilakukan sebatas text book tanpa pengembangan ilmu yang memadai. Terkadang para dosen melakukan pengajaran tanpa mengupdate perkembangan ilmu di bidangnya.

Lebih miris lagi jika ada akademisi atau para dosen yang menganggap mengajar hanya sebatas kewajiban, yang jika sudah terpenuhi jam yang ditentukan maka berakhir sudah kelas tersebut. Kurikulum yang disajikan pada perkuliahan masih standar lama dan kini mungkin terberat di dunia.

Namun tidak memenuhi kebutuhan kerja atau dunia industri yang sekarang ini terus berkembang. DNA-DNA ini yang harus kita leburmenjadi molekul-molekul pintar untuk
perubahan ke sistem pengajaran yang lebih up to date.

Penelitian dan pengembangan
Kegiatan penelitian dan pengembangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka kemajuan ilmupengetahuan dan teknologi. Tanpa penelitian, maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi terhambat.

Penelitian tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi harus dilihat keterkaitannya dalampembangunan dalam arti luas. Artinya penelitian tidak semata-mata hanya untuk hal yang diperlukan atau langsung dapat digunakan oleh masyarakat pada saat itu saja, akan tetapi harus dilihat dengan proyeksi ke masa depan.

Dengan kata lain penelitian di perguruan tinggi tidak hanya diarahkan untuk penelitian terapan saja, tetapi juga sekaligus melaksanakan penelitian ilmu-ilmu dasar yang manfaatnya baru terasa penting artinyajauh dimasa yang akan datang. Di kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia masih sangat terbatas hasil penelitian yang berkualitas yang di publishdari para dosen yang terkait dengan perkembangan ilmu yang dibidanginya.

Penelitian dilakukan terkadang hanya sebatas mengejar angka kredit, tanpa mempertimbangkan sumbsangsihnya ke masa yang akan datang. Rendahnya kesadaran akademisiuntuk mengikuti seminar, loka karya atau workshop untuk pengembangan ilmu danwawasan bidangnya. Jangankan untuk seminar yang harus mengeluarkan beberapa rupiah, bahkan untuk acara pengembanganilmu yang bersifat gratis saja terkadang sangat sulit untuk menghadirkanpeserta.

Tapi jika ada iming-iming sertifikat, maka semangat untuk mengikuti acara tersebut akan meningkat. DNA seminar sebatas sertifikat? Luar biasa. Apalagi jika hal ini nyata terjadi di beberapa perguruan tinggi negeri yang seharusnya menjadi icon perguruan tinggi sekitarnya.

DNA seperti ini dapat dirubah apabila terdapat pemahaman akan pentingnya penelitian dan pengembangan, minimal anggapan bahwa penelitian itu adalahsesuatu yang sangat asyik. Berangkat dari situ, perlahan kode genetika kita mulaihidup untuk lebih hidup lagi ke tahap tujuanpenelitian yang lebih spesifik dan relevan.

Pengabdian pada masyarakat
Dharma pengabdian pada masyarakatharus diartikan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dikembangkan di perguruan tinggi, khususnyasebagai hasil dari berbagai penelitian. Pengabdian pada masyarakat merupakanserangkaian aktivitas dalam rangka kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat yang bersifat kongkrit dan langsung dirasakan manfaatnya dalam waktu yang relatif pendek.

Aktivitas ini dapat dilakukan atas inisiatif individu atau kelompok anggota sivitas akademika perguruan tinggi terhadap masyarakat maupun terhadap inisiatif perguruan tinggi yang bersangkutan yang bersifat non profit (tidakmencari keuntungan). Dengan aktivitas ini diharapan adanya umpan balik dari masyarakat keperguruan tinggi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut.

Namun jika dilakukan observasi terhadap DNA pengabdian di institusi pendidikan tinggi di Indonesia, masih begitu rendahkesadaranparaakademisiterhadap kontribusi langsung ke masyarakat. Perubahan DNA sederhana mungkin bisa dilakukan dengan merangsang diri untuk berbuat sesuatu yang tulus terhadap pengabdian tersebut.

Sebagai contoh kecil: para akademisi melakukan pelatihan terhadap guru-guru disekolah sesuai denganbidangnya, atau para akuntan memberikan pelatihan pembukuan sederhana bagi usah kecil menengah. Dengan melakukan hal kecil tersebut mungkin akan memberikan dampak besar bagi peserta pelatihan dan berkontribusi bagi anak didik dan masyarakat luas.

DNA seperti yang telah diuraikan diatas merupakan informasi diri berupa kode genetik yang menyimpan cetak biru bagi segala aktifitas sel. Berapapun usia manusianya atau apapun institusinya mempunyai kesempatan dan potensi yang sama. Begitu juga dunia pendidikan tinggi yangberpotensi dan berkesempatan bahkan sebuah keharusan untuk mengaktifkan DNA positifnya.

Karena DNA pendidikan tinggi di Indonesia sekarang ini masih jauh dari makna yang terangkum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi itu sendiri. Harapan kedepan, habit DNA dunia pendidikan tinggi di Indonesia dapat berubah menjadiDNA-DNA cerdas aktif, berwawasanluas dan mempunyai tekad untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Sumber :
Esa Setiana,  alumni Program Pascasarjana USU
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=68475:dna-pendidikan-tinggi-indonesia&catid=25:artikel&Itemid=44
23 November 2009